Based on true Story
Based on true story
Di suatu desa, ada seorang bapak tua yang merenungi keadaan desanya. Saat kemarau tiba, desanya selalu kesulitan air bersih karena sumber-sumber air mereka kering. Sang bapak tua itu kemudian mengajak warga desa untuk menanami hutan dan bukit dekat desa mereka dengan pohon. Semua menertawakannya. Tak ada satu pun yang menyambut ajakannya. Malah menyebutnya sebagai "usaha yang sia-sia."
Bapak tua itu tidak berdiam diri, dia lalu sendirian menyisihkan uang hasil bekerjanya sebagai petani untuk membeli bibit-bibit pohon, khususnya pohon-pohon pengikat air. Beliau lalu sendirian berjalan ke bukit dan hutan, lalu menanam satu persatu bibit-bibit pohon. Tanpa pamrih, hanya berbekal harapan.
Semua warga desa menertawakan dan menyebut bapak tua itu gila! Bahasa jaman sekarang mungkin "halu". Semua hinaan tak menyurutkan beliau untuk terus menanam pohon. Sesekali beliau masih mengajak untuk ikut menanam pohon, tapi masih tak ada yang menyambut ajakannya.
Bertahun-tahun beliau lakukan, entah berapa puluh ribu pohon sudah beliau tanam. Warga desa perlahan menyadari, sejak bapak tua itu menanami hutan dan bukit dengan pohon, saat kemarau tiba desa mereka tidak lagi kesulitan air. Beberapa orang mulai ikut membantu bapak tua itu menanam pohon. Beberapa masih ada yang mencibir.
Tahun demi tahun, bukan hanya tidak lagi kesulitan air. Di beberapa titik dekat desa mereka, mulai terbentuk mata air-mata air baru. Semua warga desa akhirnya berterima kasih kepada bapak tua itu dan mulai ikut berpartisipasi menanami hutan dan bukit desa mereka, merawat dan memeliharanya agar tetap terjaga lestari untuk anak cucu mereka.
Bapak tua itu tak pernah merasa dendam karena cibiran dan hinaan warga desa. Sedih dan kecewa pasti pernah beliau rasakan, tapi tidak dendam dan membuatnya menyerah dengan apa yang beliau yakini. Saat ini beliau bersyukur akhirnya semua memahami dan menyadari apa yang beliau lakukan, beliau lakukan untuk kebaikan dan masa depan desanya. Kini tubuh tuanya tidak lagi berjuang sendirian.
_____end.
Bisa jadi, orang yang saat ini kalian hina, kalian cibir, kalian tetawakan, kalian sebut halu atau sinting karena visinya, sebenarnya sedang berusaha menyelamatkan kalian dari keburukan, bahaya dan kehancuran di masa depan.
Sebaliknya, bisa jadi orang yang kalian puja dan puji karena "prestasi" yang seakan-akan hebat sebenarnya sedang memperdaya dan berbuat kerusakan. Kepura-puraannya tidak terlihat mata bathin kalian, layaknya kisah drakula yang menyedot darah mangsanya secara perlahan hingga habis tanpa disadari.
Photo : bibit Guadua Angustifolia
Di suatu desa, ada seorang bapak tua yang merenungi keadaan desanya. Saat kemarau tiba, desanya selalu kesulitan air bersih karena sumber-sumber air mereka kering. Sang bapak tua itu kemudian mengajak warga desa untuk menanami hutan dan bukit dekat desa mereka dengan pohon. Semua menertawakannya. Tak ada satu pun yang menyambut ajakannya. Malah menyebutnya sebagai "usaha yang sia-sia."
Bapak tua itu tidak berdiam diri, dia lalu sendirian menyisihkan uang hasil bekerjanya sebagai petani untuk membeli bibit-bibit pohon, khususnya pohon-pohon pengikat air. Beliau lalu sendirian berjalan ke bukit dan hutan, lalu menanam satu persatu bibit-bibit pohon. Tanpa pamrih, hanya berbekal harapan.
Semua warga desa menertawakan dan menyebut bapak tua itu gila! Bahasa jaman sekarang mungkin "halu". Semua hinaan tak menyurutkan beliau untuk terus menanam pohon. Sesekali beliau masih mengajak untuk ikut menanam pohon, tapi masih tak ada yang menyambut ajakannya.
Bertahun-tahun beliau lakukan, entah berapa puluh ribu pohon sudah beliau tanam. Warga desa perlahan menyadari, sejak bapak tua itu menanami hutan dan bukit dengan pohon, saat kemarau tiba desa mereka tidak lagi kesulitan air. Beberapa orang mulai ikut membantu bapak tua itu menanam pohon. Beberapa masih ada yang mencibir.
Tahun demi tahun, bukan hanya tidak lagi kesulitan air. Di beberapa titik dekat desa mereka, mulai terbentuk mata air-mata air baru. Semua warga desa akhirnya berterima kasih kepada bapak tua itu dan mulai ikut berpartisipasi menanami hutan dan bukit desa mereka, merawat dan memeliharanya agar tetap terjaga lestari untuk anak cucu mereka.
Bapak tua itu tak pernah merasa dendam karena cibiran dan hinaan warga desa. Sedih dan kecewa pasti pernah beliau rasakan, tapi tidak dendam dan membuatnya menyerah dengan apa yang beliau yakini. Saat ini beliau bersyukur akhirnya semua memahami dan menyadari apa yang beliau lakukan, beliau lakukan untuk kebaikan dan masa depan desanya. Kini tubuh tuanya tidak lagi berjuang sendirian.
_____end.
Bisa jadi, orang yang saat ini kalian hina, kalian cibir, kalian tetawakan, kalian sebut halu atau sinting karena visinya, sebenarnya sedang berusaha menyelamatkan kalian dari keburukan, bahaya dan kehancuran di masa depan.
Sebaliknya, bisa jadi orang yang kalian puja dan puji karena "prestasi" yang seakan-akan hebat sebenarnya sedang memperdaya dan berbuat kerusakan. Kepura-puraannya tidak terlihat mata bathin kalian, layaknya kisah drakula yang menyedot darah mangsanya secara perlahan hingga habis tanpa disadari.
Photo : bibit Guadua Angustifolia
Comments
Post a Comment